Tak Kenal Lelah Jual Tisu di Pasar hingga Terminal, Ahmad Pria Paruh Baya Kuliahkan Anak dan Berangkatkan Haji Sang Istri

Usaha gigih Ahmad (75) mampu membawa anak bungsunya kuliah dan mengantarkan istrinya berangkat haji. Ahmad merupakan warga Tegal yang merantau ke Jakarta sejak tahun 1970-an.


Saat muda, dirinya memutuskan mengadu nasib di Ibu Kota dan mengawali pekerjaan sebagai penjual rokok di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur.”Saya SD aja enggak lulus. Ke Jakarta dengan modal yang enggak banyak. Kemudian saya belikan rokok dan dijual keliling,” katanya di Pulogadung, Kamis (7/11/2019).

Tanpa lelah, setiap harinya Ahmad selalu berkeliling di sekitaran Pasar Induk Beras sejak pagi hingga sore hari.Tak jarang ia juga berjualan hingga larut demi mengumpulkan uang.”Zaman dulu ma lagi ramai-ramainya. Sehari bisa dapat Rp 300-Rp400 ribu. Begitu terus alur pendapatannya. Karena kan ramai,” sambungnya.Selama penghasilannya besar dan stabil, Ahmad selalu mengatur keuangannya dengan baik hingga akhirnya uang penjualan rokok itu dapat mengantarkannya ke pelaminan.

Ya, melalui uang hasil jerih payahnya, Ahmad bisa memberikan yang terbaik kepada istrinya saat hari bahagia mereka dan kini sudah dikaruniai 5 orang anak.”Saya dari orang enggak punya. Makanya kalau enggak gigih kerja dan atur uang makanya saya berusaha kasih yang terbaik untuk istri dan anak,” ungkapnya. Seiring berjalannya waktu, usianya semakin menua dan anaknya mulai beranjak dewasa.

Dua dari lima anaknya kini sudah berkeluarga dan hidup terpisah.Sedangkan sisanya sudah bekerja dan si bungsu yang bernama Nur Indah Masropikoh kini sudah memasuki tahun 3 di salah satu perguruan tinggi di Jakarta.”Alhamdulillah dari jualan begini, bisa mengantarkan anak saya kuliah. Dia ngomong pengin kuliah. Saya langsung iyakan karena ini juga untuk mengangkat martabat orang tua,” ucapnya.

Memiliki anak yang masih kuliah, akhirnya Ahmad memutuskan untuk tetap bekerja meskipun kondisi tubuhnya sudah tak kuat menopang benda berat. Hingga akhirnya sejak beberapa tahun lalu, ia memutuskan untuk berjualan mangkal atau menetap di pintu masuk Terminal Pulogadung, Jakarta Timur dengan menambah ragam dagangan.

Jika dulunya hanya tersedia rokok, sejak di Terminal Pulogadung ia mulai menjual tisu, masker, permen dan lain sebagainya.

Mulai Sepi

Tetap bekerja di usia senja demi membantu membayar kuliah anak, Ahmad menuturkan jualannya mulai sepi sejak 2 tahun terakhir.Kendati demikian dia selalu bersyukur atas rezekinya hari itu.”Kalau dari jualan aja Rp 50 ribu perhari. Tapi sering ada yang beli dan enggak mau dikembaliin. Jadi sehari Rp 100-150 ribu pasti dapat,” ucapnya.

Meskipun penghasilannya menurun drastis, Ahmad mengatakan tak pernah ambil pusing.Sebab usahanya ini diperuntukan untuk menambah biaya kuliah buah hatinya ketika gajinya tak cukup.”Yang kecil ini juga kerja dekat rumah. Gajinya kalau enggak salah cuma Rp 1,5 juta. Dia mau keluar enggak enak. Karena memang dari awal kuliah sudah kerja dan bosnya baik. Jadi pagi dia kerja sore sampai malam kuliah. Dia cuma bilang kalau biayanya enggak cukup, saya suruh tambahin,” lanjutnya.

Sehingga berapapun hasilnya ia selalu menyisihkan untuk keperluan kuliah Indah.

Hidup Sederhana

Jika biasanya orang akan merasa sulit ketika penghasilannya menurun, hal ini justru tak berlaku bagi Ahmad.

Meskipun hanya berprofesi sebagai penjualan asongan, Ahmad mengatakan sudah mampu membiayai anaknya kuliah.Bahkan kabar terbarunya ialah dapat melunasi biaya pergi haji untuk sang istri.

“Dari muda saya memang hemat. Waktu hidup masih berdua enggak terlena. Jadi dulu biasain makan tahu tempe, uangnya di simpan. Kemudian, pas anak kumpul kita makan dengan lauk yang enak,” katanya. Bukan pelit atau terlalu menghemat lauk makan, Ahmad menjelaskan pada keluarganya jika hidup sederhana adalah hal yang penting.

Pengalamannya waktu kecil selalu diceritakan berulang kepada anak-anaknya, dengan tujuan agar mereka tak merasakan hal serupa dan terlena ketika pendapatan Ahmad terbilang banyak.”Jadi makan enaknya terjadwal. Semua makanannya enak maksudnya seperti makan daging dan ayam ya tidak setiap hari. Ada kalanya makan dengan lauk sederhana namun tetap nikmat karena dinikmati bersama,” ujarnya.

Hingga akhirnya, uang tersebut mampu dikumpulkannya untuk biaya kuliahkan anak dan pergi ke tanah suci.”Dulu simpan dikit-dikit dicelengan. Pas ada Indah dia ngajarin simpan di bank. Akhirnya enggak terasa tahu-tahu lumayan. Sampai dia mau kuliah ada biayanya. Kalau enggak kumpulin dari zaman muda dan makan enak terus, enggak bakalan anak saya bisa kuliah begini,” katanya.

Selebihnya, uang tersebut dimasukan untuk tabungan haji untuk keluarganya. Berhubung sang istri memilih untuk berkenjung ke tanah suci lebih dulu, akhirnya Ahmad mengalah.”Saya tanya sama Indah, uangnya sisa berapa, cukup enggak buat pergi haji. Alhamdulillah masih cukup. InsyaAllah 3 tahun lagi istri saya berangkat ke tanah suci,” ucapnya.

Ahmad pun berpesan agar tiap individu bisa mengatur keuangannya dan selalu mendahulukan kebutuhan daripada keinginan.Sebab menurut Ahmad, yang membuat hidup terasa sulit ialah gengsi yang besar dan menghamburkan uang untuk pembelian barang-barang yang sebenarnya tidaklah penting.”Kami harus hemat tapi jangan pelit. Saat ingin makanan enak ya beli saja asal tak berkelanjutan. Tahan diri dan pikirkan hari tua. Karena di masa depan kita enggak tahu masih kuat bekerja atau tidak,” ujarnya.

Demikianlah pokok bahasan Artikel ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami Artikel ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari Artikel ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar Artikel ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Sumber: berbagisemangat
loading...
Loading...
Back To Top